Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang digagas pemerintah kembali menuai kritik. Anggota DPD RI, Pdt. Penrad Siagian, menyoroti sejumlah masalah serius dalam pelaksanaan program ini, mulai dari kualitas makanan yang tidak layak konsumsi, ketidaktepatan sasaran, hingga potensi korupsi akibat skema yang tidak tertib.
Dana yang digelontorkan sangat besar sekali. Namun, skema yang tidak tertib dan tanpa mekanisme pengawasan yang ketat justru membuka ruang untuk korupsi
“Skema massal seperti ini mengakibatkan sulit dilakukan pengawasan. Ada laporan makanan beracun, ada belatung, dan tidak layak konsumsi. Ini sangat memprihatinkan,” ujar Penrad Siagian dalam keterangannya, Kamis, 27 Februari 2025.
Kritik tersebut bukan tanpa alasan. Kritikan itu disampaikan merespons beberapa kasus kasus keracunan massal telah terjadi di sejumlah daerah, yakni pada Kamis, 6 Januari 2025, sebanyak 40 siswa di Sekolah Dasar Negeri Dukuh 03, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah">Jawa Tengah.
Mereka keracunan setelah menyantap menu MBG yang terdiri dari nasi putih, ayam goreng tepung, tumis wortel dan tahu, buah naga, serta susu kemasan. Para siswa mengalami mual dan muntah usai mengonsumsi makanan tersebut.
Kasus serupa juga terjadi di SDN 003 Nunukan Selatan, Kalimantan Utara, pada Senin, 13 Januari 2025. Sebanyak 29 murid dilaporkan sakit dan diare setelah mengonsumsi makanan dari program ini.
Tak hanya itu, delapan murid SDN 7 Tebing Tinggi juga mengalami sakit perut usai menyantap menu MBG kloter ketiga yang diluncurkan pada Senin, 17 Februari 2025.
Masalah kualitas makanan juga terjadi di Empat Lawang, Sumatera Selatan, dan Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa 18 Februari 2025.
Di Empat Lawang, ulat belatung ditemukan dalam porsi makanan yang dibagikan kepada siswa, sementara di Labuan Bajo, belatung dan buah membusuk ditemukan dalam makanan untuk siswa SMP Negeri 1 Komodo.
“Ini menunjukkan betapa lemahnya pengawasan dalam program ini. Bagaimana mungkin makanan yang seharusnya bergizi justru membahayakan kesehatan anak-anak?” tegas Penrad.
Selain masalah kualitas, Penrad juga menyoroti ketidaktepatan sasaran program. Menurutnya, program ini diberikan kepada semua anak sekolah tanpa mempertimbangkan kondisi ekonomi keluarga.
“Tidak semua anak-anak itu masuk dalam kategori penerima subsidi makan bergizi gratis. Seharusnya ada skema dan mekanisme lain yang betul-betul diperhitungkan sehingga anak-anak dari keluarga ekonomi bawah yang mendapatkannya,” ujarnya.
Penrad juga mengingatkan potensi korupsi dalam program ini.
“Dana yang digelontorkan sangat besar sekali. Namun, skema yang tidak tertib dan tanpa mekanisme pengawasan yang ketat justru membuka ruang untuk korupsi,” tegasnya.
Diketahui, pemerintah telah menetapkan biaya makan bergizi gratis sebesar Rp 10.000 per porsi, turun dari rencana awal Rp 15.000 per porsi.
Presiden Prabowo Subianto mengungkapkan pengurangan tersebut dilakukan karena keterbatasan kemampuan fiskal. Dengan penyesuaian ini, anggaran program MBG diperkirakan mencapai Rp 51,53 triliun.
Ia meminta pemerintah untuk mengevaluasi program ini secara menyeluruh.
“Harus ada perbaikan sistem, mulai dari mekanisme distribusi, pengawasan kualitas makanan, hingga penentuan sasaran yang lebih tepat,” tandas Penrad.[]