Labuan Bajo - Konsorsium pembaruan agraria mendesak, Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo-Flores (BPOLBF) untuk menghentikan perampasan atas nama pembangunan kawasan wisata Premium Labuan Bajo.
Sekretaris Jendral konsorsium agraria Dewi Kartika menyampaikan, atas nama percepatan pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN), Pemerintah Indonesia tidak henti-hentinya melakukan perampasan tanah rakyat disertai intimidasi dan kriminalisasi, Kamis, 21 April 2022.
Badan Pelaksana Otorita Pariwisata Labuan Bajo-Flores (BPOLBF) dikawal aparat gabungan TNI dan Polri menggusur kebun masyarakat untuk pembangunan jalan sebagai akses menuju proyek pengembangan wisata Hutan Bowosie di Labuan Bajo, Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Proyek ini merupakan bagian dari pengembangan kawasan wisata premium Labuan Bajo-Flores yang masuk ke dalam salah satu Proyek Strategis Nasional (PSN).
Tidak kurang 50 aparat gabungan TNI dan Polri melakukan pengawalan terhadap proses pembukaan jalan ini.
Proses pembukaan jalan mendapat hadangan dari warga. Warga yang berada di posko-posko penolakan awalnya secara baik meminta pihak BPOLBF melakukan dialog terlebih dahulu.
"Namun permintaan tersebut tidak digubris sehingga warga meneriaki pihak BPOLBF dan bahkan berdiri menghadang ekskavator," kata Dewi dalam keterangan pers yang diterima alur.id, Sabtu 23 April 2022.
Dewi juga menyampaikan, atas penolakan tersebut salah seorang warga Rancang Buka, Paulinus Jek ditangkap oleh aparat kepolisian dengan dalih pengamanan.
Meskipun dibebaskan beberapa saat kemudian, pihak BPOLBF terus melanjutkan upaya penggusuran kebun-kebun dan tanah masyarakat.
"Penolakan yang dilakukan warga merupakan respon terhadap pembangunan yang dilakukan secara sepihak tanpa melibatkan partisipasi masyarakat. Apalagi, pembangunan ini nantinya akan menggusur tanah-tanah dan kebun masyarakat," ujarnya.
Warga komunitas Rancang Buka merupakan satu dari tiga kelompok di Labuan Bajo yang terancam tergusur oleh rencana pembangunan kawasan wisata ini.
Padahal mereka telah mendiami wilayah seluas 150 hektar tersebut sejak tahun 1990.
Bahkan warga telah beberapa kali berupaya mengajukan permohonan hak atas tanah mereka melalui skema pembebasan dari klaim kawasan hutan.
Namun ujung-ujungnya, pemerintah secara sepihak menetapkan lokasi tersebut sebagai kawasan wisata premium.
Melalui SK Tata Batas Hutan Manggarai Barat Nomor 357 Tahun 2016, hanya sekitar 38 hektar ditetapkan menjadi wilayah Area Penggunaan Lain (APL).
Sedang bagian lain dari hutan yang dimohonkan untuk menjadi hak warga menjadi bagian dari kawasan yang diserahkan kepada BPOLBF. []