Makassar - Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Shodiqin, mengimbau masyarakat khususnya Pasangan Usia Subur (PUS) untuk mengatur kelahiran anak secara sehat.
Tujuannya agar mencegah stunting pada anak dengan menggunakan alat kontrasepsi.
Hal ini disampaikan Shodiqin saat memberikan sambutan pada kegiatan Promosi dan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE).
Program Percepatan Penurunan Stunting di Wilayah Khusus bersama mitra kerja Komisi IX DPR RI, Aliyah Mustika Ilham, di Pulau Barang Lompo, Kecamatan Sangkarrang, Makassar, Sabtu (05/08/23).
"Dengan menggunakan KB, resiko lahir bayi stunting dapat kita cegah, sebab dengan mengatur kelahiran anak, ibu-ibu dan bapak-bapak akan memilik banyak waktu dan kesempatan untuk memaksimalkan pengasuhan anak, ASI eksklusi bisa maksimal diberikan dan kesehatan ibu juga bisa meningkat" sebut Shodiqin.
Lebih lanjut, Shodiqin menyebutkan ada 7 jenis alat kontrasepsi modern yang disediakan pemerintah melalui BKKBN.
Yaitu metode kontrasepsi jangka pendek meliputi Pil KB, Suntik KB dan Kondom.
Kemudian metode kontrasepsi jangka panjang meliputi IUD, Implat atau Susuk KB, Vasektomi dan Tubektomi.
Data SSGI Tahun 2022 angka prevalensi stunting Sulawesi Selatan sebesar 27,2 persen, angka ini masih di atas nasional yaitu 21,6 persen, sedangkan Kota Makassar 18,4 persen.
"Untuk itu kami memberikan apresiasi kepada Pemerintah Kota Makassar atas kesuksesan menurunkan angka stunting dan termasuk terendah kedua di Sulawesi Selatan," ungkap Shodiqin.
Selain mengatur kelahiran anak, pola asuh dan pola makan juga perlu di perhatikan agar anak tidak lahir stunting.
Asupan makanan bergizi di maksimalkan di 1000 hari pertama kehidupan anak dimulai saat dalam kandungan.
Bahkan saat sebelum menikah, 3 bulan gizi ibu harus disiapkan dan memperhatikan usia ideal menikah, dimana wanita 21 tahun dan laki-laki 25 tahun.
Shodiqin menjelaskan program KB menjadi kunci penting dalam menurunkan angka stunting.
Untuk itu BKKBN terus berupaya meningkatkan kesertaan berKB masyarakat dan menghindari kehamilan berisko yaitu terlalu muda melahirkan di bawah 20 tahun, terlalu tua melahirkan diatas 35 tahun, terlalu rapat melahirkan dibawah 2 tahun, dan terlalu sering melahirkan.
Salah satu faktor penyebab tingginya Angka Kematian Ibu dan Bayi adalah faktor 4 terlalu, selain itu pernikahan di usia dini juga berpotensi melahirkan anak stunting.
"Dengan Program KB, Angka Kematian Ibu dan Bayi bisa kita turunkan bersama, status kesehatan ibu dan anak meningkat terutama dalam mencegah kehamilan tak diinginkan dan menjarangkan jarak kelahiran anak," sebut Shodiqin.
Anggota Komisi IX DPR RI, Aliyah Mustika Ilham, dalam kesempatan itu mengatakan stunting merupakan ancaman bagi kualitas SDM Indonesia.
Jika angka stunting tidak dapat diturunkan akan sulit bagi bangsa Indonesia mewujudkan generasi emas 2045.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak karena kekurangan gizi kronis serta infeksi penyakit berulang terutama pada periode 1000 Hari Pertama Kehidupan (HPK).
Dimana kondisi ini dimulai saat janin dalam rahim hingga bayi berusia 2 tahun.
"Stunting itu bukan Kate' (cebol) tapi kekurangan gizi, jadi pendek belum tentu stunting, tapi stunting audah tentu pendek," sebut Aliyah.
Lebih lanjut, Aliyah menyebutkan stunting terjadi akibat kekurangan gizi dalam waktu cukup lama ditambah kondisi sanitasi yang buruk.
Hal disebabkan karena pola asuh dan pola makan yang salah dalam keluarga.
"Stunting bukan hanya menyebabkan anak jadi pendek, tapi otaknya juga tidak berkembang maksimal, kalau begini bisa berdampak pada kecerdasannya kelak dan akan mudah terserang penyakit," ujar Aliyah.
Dalam kesempatan itu Aliyah berharap keterlibatan seluruh pihak dalam upaya menurunkan angka stunting khusunya di Sulsel sehingga target 14 persen tahun 2024 dapat dicapai.
"Kita berharap angka stunting di Kota Makassar bisa diturunkan menjadi 14 persen di tahun 2024 dan upaya mewujudkan generasi yang sehat dan berkualitas yaitu Generasi Emas 2045 dapat kita wujudkan bersama," tutup Aliyah. []