Manggarai - Warga Desa Paralando, Kecamatan Reok Barat, Kabupaten Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT) melaporkan Kepala Desa (Kades) Paralando bernama Lemen Agustinus, dilaporkan ke Cabang Kejaksaan Negeri Manggarai di Reo.
Laporan yang dimuat secara tertulis itu di terima langsung oleh Cabang Kejaksaan Negeri Manggarai di Reo, Rabu 9 Februari 2022 siang.
Dalam laporannya, warga menduga ada banyak praktek-praktek korupsi yang dilakukan sang Kades selama dua periode memimpin Desa Paralando.
Sebagian warga belum puas dengan kondisi desa itu meski sang Kades terpilih hingga tiga periode.
Ada pun beberapa modus dugaan korupsi Kades yang tertuang dalam laporan warga antara lain, pada tahun 2011 lalu, Kades Paralando diduga menyalagunakan dana Program Pembangunan Infrastruktur Pedesaan (PPIP) terkait perluasan jaringan air minum bersih di RT Kampung Baru, Dusun Nanga Nae dengan pagu anggaran sebesar Rp 250 juta.
"Hingga saat ini air tersebut tidak dinikmati warga. Bahkan empat tugu kran air yang sudah dibahas dalam musyawarah desa tidak dibuat sama sekali," bunyi laporan warga yang salinannya diterima wartawan di Reo.
Selanjutnya program pembagian bak air untuk warga Kampung Baru dan warga Nanga Nae yang dibuat oleh Pemerintah Desa Paralando tidak dimanfaatkan sama sekali.
Kemudian permintaan Hari Orang Kerja (HOK) yang semula Rp 30.000, malah yang direalisasi hanya Rp 20.000. Bahkan ada dugaan laporan fiktif dan pemalsuan tanda tangan.
Pengerjaan proyek air minum itu juga diduga melewati tempo pengerjaan yang semula 120 hari menjadi 7 bulan pengerjaan. Tenaga Pengelola Kegiatan (TPK) juga diambil dari aparat desa setempat sehingga pengerjaannya pun amburadul.
Dalam laporan warga itu juga memuat beberapa dugaan korupsi dari pengerjaan fisik Desa Paralando.
Pengerjaan fisik itu, yakni pembuatan tanggul di Dusun Nanga Nae tahun 2016 lalu dengan pagu anggaran sebesar Rp 459 juta bersumber dari Dana Desa (DD). Tanggul tersebut diduga dibuat tidak sesuai dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Modus korupsi pada pengerjaan itu terlihat saat Pemerintah Desa Paralando secara sengaja memerintahkan para pekerja mengambil pasir laut dan batu karang untuk membuat tanggul yang volume pengerjaanya juga tidak mencapai volume yang ditetapkan.
"Volume pengerjaannya 250 meter, tetapi yang dibuat tidak sampai volume itu. Begitu pun dengan RAB. Kalau mau ikut RAB, materialnya harus diambil dari Ibu Kota Kecamatan Reok bukan ambil pasir laut dan batu karang. Berarti modus korupsi sang Kades diduga diambil dari keuntungan material yang tertuang dalam RAB itu," bunyi laporan warga.
Berikutnya lagi pengerjaan tanggul di Dusun Piso tahun 2017 selama dua tahap. Tahap awal dengan volume 188 lari, sedangkan tahap kedua volume hanya 75 meter lari. Pengerjaan itu dibuat dengan menggunakan pasir laut, padahal pagu anggarannya mencapai Rp 459 juta bersumber dari DD.
Pengerjaan tanggul itu diduga sama sekali tidak sesuai dengan RAB, sebab material yang tertuang dalam RAB jauh berbeda dengan material yang digunakan pada saat pengerjaan. Tak hanya itu, pengerjaan tanggul di Dusun Langkas juga diduga sarat korupsi.
Selanjutnya, dugaan korupsi lain, yakni pembangunan rumah swadaya sebanyak 10 unit per tahun dengan anggaran Rp 15 juta per penerima manfaat. Tetapi dalam pengadaan bahan untuk rumah swadaya tersebut tidak sampai Rp 15 juta. Bahkan ada penerima yang tidak dapat.
Terlebih, dalam bantuan rumah swadaya itu diduga ada perangkat desa yang juga dapat hingga berkali-kali. Beberapa bantuan lain pun juga diduga dibagi ke perangkat desa.
Selain itu, dugaan korupsi lain yang dilakukan sang Kades ialah program perluasan jaringan air minum milik proyek PPIP di Dusun Piso, Langkas dan Ojang.
Program tersebut tak terlaksana dengan baik, sambungan pipanya tidak sampai ke sasaran dan sekarang sudah terlihat rusak. Kades juga diduga secara sengaja memotong jalur utama aliran air demi kepentingan dirinya dan keluarga.
Tak hanya itu proyek Pamsimas pembangunan bak air yang dikelola oleh Desa Paralando pun tidak terealisasi dengan baik.
Berikut dugaan korupsi lain, yakni pembangunan drainase di Dusun Piso yang tidak ada asas manfaatnya. Sumber airnya tidak ada.
Kemudian pembangunan Polindes di Dusun Piso dengan anggaran Rp 121 juta. Pembangunan itu terkesan dibuat asal jadi. Anggarannya diduga sengaja dihematkan, mulai dari pembelanjaan material sampai pada pengerjaan fisik.
Selanjutnya dugaan lain lagi terkait pengelolaan BUMDes terutama pada dana operasional sebesar Rp 75 juta yang tidak jelas arahnya ke mana.
Masih terkait bunyi laporan, dalam beberapa paragraf juga tertulis bahwa adapun modus korupsi lain, yakni rabat beton yang dikerjakan di Desa Paralando tidak sesuai volume. Volume pengerjaanya kurang lebih 150 meter. Tetapi yang dibuat tidak sampai 150 meter. Ada dana perbaikan tapi tak dibuat.
Tak berhenti di situ, warga juga menduga ada modus korupsi berikut, yakni jalan tani dari Dusun Langkas menuju Desa Toe dengan pagu Dana Desa sebesar Rp 483 juta tetapi yang dibuat hanya sekitar 2 kilometer saja.
Belum lagi dana olahraga dan dana bencana alam yang nyaris tak pernah dirasakan warga. Bahkan ada beberapa dana yang dipakai oleh pihak desa diduga tidak ada pertanggung jawaban sama sekali di hadapan masyarakat pada saat musyawarah berlangsung.
Dalam laporan itu, warga juga mengungkapkan bahwa keluhan dan tangisan mereka sudah pernah disampaikan ke Badan Pengawas Desa (BPD) dan pihak Desa. Namun jawabannya pada saat itu tidak menemui titik solusi. Kades malah berdalih dan menyerahkan sepenuhnya ke bendahara.
Mereka berharap agar dugaan korupsi ini ditelusuri lagi oleh Cabjari Manggarai di Reo karena anggaran desa yang bersumber dari APBN tentu harus dikawal ketat agar dapat tersalurkan ke arah yang efektif.
"Apabila ada laporan yang keliru atau mengada-ada yah mungkin bisa diklarifikasi karena warga hanya sifatnya melapor terhadap hal-hal yang bagi kami belum beres," bunyi catatan yang tertulis pada bagian akhir laporan.
Ada juga dugaan nepotisme di Desa Paralando yang turut tertuang dalam laporan warga ke Jaksa, diantaranya, Kades dan sekretarisnya diduga sewenang-wenang menggantikan Kader Posyandu dengan keluarganya.
Dalam laporan itu, mereka pun menyertakan bukti foto yang memperlihatkan aktivitas pengambilan material pasir laut untuk pengerjaan tanggul.
Dalam foto itu terlihat jelas tumpukan pasir laut yang diambil untuk membangun tanggul.
Tak hanya itu, bukti foto proyek PPIP yang dikelola oleh desa juga disertakan dalam laporan tersebut.
Warga juga membuat tembusan sampai ke Kejagung RI di Jakarta, Kejati NTT di Kupang, Kejari Manggarai di Ruteng, Kementrian Lingkungan Hidup, Kementrian Desa dan Kementrian Kelautan.
Menanggapi laporan warga itu, Kepala Cabang Kejaksaan Negeri (Kacabjari) Manggarai di Reo, Riko Budiman mengatakan, laporan tersebut masih bersifat dugaan, karena itu pihaknya masih mencari bukti dan keterangan lebih dalam terkait laporan warga.
"Yah ini kan masih dugaan. Kami belum bisa mengambil sikap lebih sebelum turun langsung lapangan untuk mencek buktinya. Pada dasarnya Jaksa tidak boleh menolak laporan. Semua laporan kami terima dan untuk membuktikan itu kami akan mendalaminya," kata Riko.
Menurutnya, kasus dugaan korupsi pada pengerjaan fisik Desa Paralando seperti yang dilaporkan warga harus membutuhkan ahli dan teknisi untuk membuktikannya.
"Nanti kita cek dulu kesana. Setelah itu datangkan ahli. Dari keterangan ahli kita bisa panggil pihak-pihak yang dianggap bertanggung jawab soal ini," jelas Riko.
Lebih lanjut mantan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Sumba Timur itu juga mengaku, kasus dugaan korupsi Kades Paralando ini sudah sampai di Kejari Manggarai dan bahkan pihaknya mendengar bahwa sang Kades berencana memakai pengacara.
"Kasus ini awalnya sudah di Kejari. Nanti kita ikuti saja prosesnya bersama pengacara Kades itu dan kalau diminta untuk menangani kasus ini yah kami siap. Tetapi kalau masih ditangani oleh Kejari sendiri berarti kita tinggal suport data saja ke mereka," tutur Riko.
Riko juga bilang, pihaknya bisa menangani sendiri kasus ini kalau sudah berkordinasi dengan Kejari Manggarai nantinya.
"Kami bisa tangani, tetapi harus kordinasi dulu dengan Kejari karena Paralando itu kan masih wilayah hukum Cabjari Manggarai di Reo," tutur pria berbasic hukum perdata dan pidana itu.
Sementara itu Kades Paralando, Lemen Agustinus dalam keterangannya, membantah semua laporan warga.
Ia menjelaskan, semua pengerjaan fisik Desa Paralando yang bersumber dari DD, ADD, APBDes, Silpa maupun PPIP sudah dikerjakan secara jelas dan tuntas.
Ia juga mengaku, pihaknya sudah pernah diperiksa oleh Inspektorat Kabupaten Manggarai terkait semua program dan hasilnya sudah ditindak lanjuti secara baik dan bertanggung jawab.
"Kami sudah diperiksa oleh Inspektorat, bahkan tiap tahap pembangunan dan temuan kerugian negaranya saya sudah ganti. Terus mana yang masih kurang menurut warga. Mereka punya dasar hukum apa lapor saya ke Jaksa. Semua pembangunan di Paralando transparan dan tak ada yang ditutupi," ujarnya.
Untuk diketahui, pemilik nama lengkap Lemen Agustinus ini sukses menjabat tiga periode. Ia terpilih kembali dalam ajang Pilkades Nopember 2021 lalu. []