Makassar - Kuasa hukum notaris, Sri Dewi Riniyasti, selaku terpidana penipuan yang ditangkap oleh tim kejaksaan, membantah telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Eksekusi ini dinilai cacat prosedural.
"Meluruskan pemberitaan klien yang kami nilai berita sesat dan terindikasi hoax. Maka perlu kami luruskan," kata Sulthani selaku kuasa hukum, Sri Dewi saat jumpa pers, Senin 28 Februari 2022.
Menurutnya, kliennya Sri Dewi selama ini tidak pernah melarikan diri atau kabur. Dia bahkan menyebut, kliennya kooperatif dan aktif berkomunikasi dengan tim kejaksaan.
"Klien kami tidak pernah melarikan diri, tidak ditangkap karena pihak kejaksaan juga diduga tidak memperlihatkan surat perintah penangkapan kepada klien pada saat itu," bebernya.
Sulthani mengatakan, beberapa rangkaian yang dilakukan oleh tim jaksa eksekutor ini adalah cacat prosedur ataukah tidak sesuai SOP yang ada. Sebab, dalam penangkapan itu dilakukan hanya berdasarkan petikan putusan. Padahal, seharusnya berdasarkan salinan putusan dari PN Makassar.
"Sementara hingga saat ini baru petikan putusan yang dijadikan dasar pihak jaksa," ucap Sulthani.
Dimana dalam putusan Pengadilan Negeri Makassar Nomor 53/Pid.B/2021/PN.Mks tanggal 17 Mei 2021 jo putusan Mahkamah Agung RI No.1411 K/Pid/2021 tertanggal 8 Desember 2021, tidak memuat ada perintah terdakwa ditahan.
Padahal sesuai ketentuan pasal 197 ayat (1) KUHAP, surat putusan pemidanaan memuat salah satunya pada huruf k. perintahnya supaya terdakwa ditahan atau tetap dalam tahanan atau dibebaskan. Ayat (2) Tidak dipenuhinya ketentuan dalam ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, h, i, j, k dan l pasal ini mengakibatkan putusan batal demi hukum.
Jadi lanjut Sulthani, secara yuridis putusan terhadap kliennys itu belum layak dilaksanakan, mengingat belum ada surat salinan putusan yang dikirim kepaniteraan Pengadilan Negeri Makassar dan juga secara yuridis putusan terhadap Sri Dewi Riniasti, seharusnya batal demi hukum atas perintah KUHAP.
"Karena itu kami segera bersurat memohon fatwa kepada Mahkamah Agung Republik Indonesia, apakah penerapan ketentuan KUHAP terhadap putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut sudah tepat menurut KUHAP atau tidak," bebernya.
Mengingat jelas Sulthani, unsur penegak hukum tidak boleh bertindak sewenang-wenang termasuk tidak boleh diskriminatif. Diakuinya, sangat ironi karena kliennya masih kurang sehat, dan anaknya pun masih terbaring sakit di rumah sakit akibat jantung bawaan, sesak nafas dan gejala lupus.
"Jadi kami minta penundaan pelaksanaan putusan juga atas pertimbangan kemanusiaan. Tapi seolah klien kami menjadi atensi khusus. Kami menghargai tugas dan kewenangan jaksa selama dilaksanakan berdasarkan ketentun hukum dan hak azasi manusia serta tidak diskriminatif, " jelas Sulthani.
Selanjutnya selaku kuasa hukum yang diamanahkan oleh Sri Dewi Riniasti, pihaknya segera berupaya melakukan upaya hukum luar biasa yakni permohonan peninjauan kembali (PK), atas pertimbangan terdapat novum, bertentangan putusan dan kekeliruan penerapan hukum.
"Keluarga klien akan menempuh segala proses hukum terhadap transaksi jual beli yang tidak benar menurut hukum, " tutupnya.
Sementara itu, Ketua Pengurus Wilayah Sulawesi Selatan Ikatan Notaris Indonesia (INI), Abdul Muis menilai, pihaknya turut dirugikan dengan pemberitaan yang menyebut Sri Dewi Riniyasti Notaris yang menipu kliennya.
Menurutnya, Sri Dewi Riniyasti berprofesi sebagai Notaris, namun pidana yang menjeratnya bukanlah berkaitan dengan profesinya, namun itu pribadi Sri Dewi.
“Jadi saya tegaskan, Sri Dewi Riniyasti memang merupakan notaris dalam hal ini diangkat dalam profesi sebagai Notaris. Namun saya tekankan, pidana menjeratnya sama sekali tidak ada hubungannya dengan profesinya, " tegasnya.
Abdul Muis menyesalkan berita yang terbit dibeberapa media seolah-olah Sri Dewi Riniyasti sebagai notaris malah menipu kliennya sendiri.
“Saya tegaskan notaris sebagaimana sumpah jabatannya tidak diperbolehkan melakukan tindakan yang menciderai kliennya. Jadi saya harap beritanya diluruskan. Sebab faktanya tidaklah demikian, " jelasnya. []