Opini: Rindu Rock N Roll dan Kenapa The Flowers Harus Lebih Banyak Manggung

Aksi grup musik rock n roll, The Flowers. (Foto: Adit Bote)

Oleh: Eno Suratno Wongsodimedjo

Jumat malam, 12 Januari 2024, sekira tiga puluhan orang berkerumun di sebuah sudut depan lobby hotel Borobudur, Jakarta Pusat. Jam menunjukan pukul 21.00 WIB waktu itu. Di beberapa sudut lain, belasan orang membentuk titik-titik gerombol serupa.

Mereka adalah Rajawali dan Rajawati, sebutan bagi penggemar kelompok musik rock The Flowers yang memang datang untuk menyaksikan lagi idolanya tampil menggebrak panggung. Mereka datang dari kota-kota satelit sekitaran Jakarta, hingga yang terjauh, Kuningan dan Bandung.

Kedatangan mereka, juga saya, membawa dahaga serupa. Kerinduan menyaksikan Njet (vokal), Boriz (gitar), Dado Darmawan (drum), Vian (bass), Eugene Bounty (Saxophone), dan Citra (vokal latar) membawakan tembang-tembang ikonik The Flowers secara langsung.

Maklum saja, jadwal pentas unit yang lahir di Gang Potlot pada medio 1990-an itu memang makin jarang. Ini jelas pekerjaan rumah bagi manajemen The Flowers untuk bekerja lebih keras membawa grup gaek ini ke panggung-panggung keriaan yang kian marak dewasa ini.

Sepanjang 2023, jadwal panggungan The Flowers amat bisa dihitung jari. Bahkan, terakhir kali saya menyaksikan The Flowers bermain secara live adalah saat mereka mentas di toko musik Demajors pada 2020 lalu.

Hal yang seperti itu sungguh disayangkan, mengingat di kancah permusikan nasional, menurut saya hanya The Flowers yang masih menyuguhkan racikan rock n roll murni, baik dalam karya rekamannya, maupun aksi panggungnya.

Sebagai penjaga rock n roll murni di Indonesia, saya tidak rela jika api The Flowers kemudian padam lantaran kehabisan bahan bakar finansial dari panggungan. Meski saya rasa, uang memang tidak lebih penting dari semangat bermusik dan hura-hura para personelnya.

The FlowersAksi grup musik rock n roll, The Flowers. (Foto: Adit Bote)

Waktu menjejak tepat pukul 23.00 WIB. Waktunya tiba. The Flowers langsung menyapa lewat dentuman drum, cabikan bas dan rentetan bunyi gitar di intro lagu "Tong Sampah". Penonton langsung menggila menikmati tembang dari album "Belum 17" rilisan tahun 1997 ini.

Koor dari Rajawali dan Rajawati langsung tercipta saat lirik di lagu "Boncos" yang demikian relevan dengan kondisi kebanyakan kita saat ini, dinyanyikan. "Enggak sempat, kepikir politik. Isi dompet belum juga komplit".

Usai "Tong Sampah" dan "Boncos" dinyalakan, single "On N On" dari album "Still Alive and Well" keluaran 2009 dibawakan The Flowers dengan luapan energi yang kembali ditangkap penonton seisi Grand Manhattan Club, tempat keriaan berlangsung.

Aksi panggung The Flowers serupa roller coaster sewaktu mereka membawakan single up beat dan slow semisal "Belum 17", Lonely Boy", "Tuhan Ikut Bernyanyi", "Bayangan" hingga "Roda-Roda Gila", dalam urutan setlist yang cemerlang.

Penampilan The Flowers kemudian dipungkasi tiga lagu penuh gelora, yakni "Rajawali", "Tolong Bu Dokter", dan "Enggak Ada Matinya". Durasi 1 jam penampilan idola saya malam itu, berhasil membasuh kangen, meski saya masih menantikan persuaan berikutnya.

Tanpa berpamitan kepada para personel, saya langsung melenggang pergi dari lokasi keriaan lantaran masih ada pekerjaan yang harus diselesaikan malam itu. Sepanjang perjalanan pulang, senyum di wajah saya tak berhenti terkembang.

Panggungan terjadwal The Flowers yang terdekat, adalah di festival musik tahunan SYnchronize Fest 2024 pada Oktober mendatang. "The Flowers harus lebih sering manggung!", seru saya dalam doa yang entah mujarab atau tidak lantaran dilantunkan dalam keadaan setengah sadar. []


Jakarta, 14 Januari 2024

Eno Suratno Wongsodimedjo

Penulis adalah seorang jurnalis musik dan penikmat keriaan

Komentar Anda