Penyuap Nurdin Abdullah Hanya Dituntut Dua Tahun Penjara

Penyuap Gubernur Sulsel non aktif Nurdin Abdullah. (Foto: Alur/Ist)

Makassar - Kasus suap atau gratifikasi terdakwa Agung Sucipto yang menyeret Gubernur nonaktif Sulawesi Selatan (Sulsel) Nurdin Abdullah dan mantan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Sulsel , Edy Rahmat memasuki pembacaan tuntutan.

Dalam sidang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hanya menuntut Agung Sucipto 2 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider 6 bulan penjara.

Menyatakan terdakwa Agung Sucipto terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Agung Sucipto dengan pidana penjara selama 2 tahun.

JPU KPK, M Asri Irwan mengatakan terdakwa Agung Sucipto secara sah melakukan tindak pidana korupsi dengan memberikan suap kepada penyelenggara negara dalam hal ini Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat.

Selama persidangan berjalan, JPU KPK telah memeriksa 27 orang saksi termasuk terdakwa Agung Sucipto, tersangka Nurdin Abdullah, dan Edy Rahmat.

Berdasarkan fakta persidangan, kata Asri, terdakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU nomor 31 tahun 1991 tentang Tipikor dengan UU yang telah diubah UU RI nomor 20 tahun 2001 Juncto Pasal 64 ayat 1 KUHP.

"Menyatakan terdakwa Agung Sucipto terbukti secara sah melakukan tindak pidana korupsi. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Agung Sucipto dengan pidana penjara selama 2 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahananan dan dikenakan denda sebesar Rp 250 juta subsider 6 bulan penjara," ujarnya saat sidang di Pengadilan Negeri Tipikor Makassar, Selasa 13 Juli 2021.

Tuntutan terhadap Agung Sucipto lebih rendah dari dakwaan 5 tahun penjara. Asri menjelaskan hal yang meringankan Agung Sucipto karena selama persidangan terdakwa kooperatif mengakui dan berterusterang sehingga tidak mempersulit jalannya persidangan.

"Terdakwa juga tidak pernah mendapatkan hukuman. Sementara untuk yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemberantasan korupsi," kata dia.

Asri menjelaskan JPU KPK mengenakan pasal 5 ayat 1 huruf a UU Tipikor kepada Agung Sucipto karena memenuhi empat unsur yakni setiap orang dalam hal ini terdakwa, kemudian memberikan hadiah atau janji.

Ketiga kepada penyelenggara negara, dan keempat dengan maksud agar penyelenggara negara itu berbuat sesuatu dengan kewenangannya sbgai penyelenggara negara.

"Keempat unsur itu memenuhi semua, sehingga unsur delik terbukti pada diri Agung Sucipto," kata dia.

Sementara untuk yang memberatkan, terdakwa tidak mendukung program pemberantasan korupsi.

Selain membacakan tuntutan, JPU KPK juga menyampaikan penolakan Justice Colaborator (JC) yang diajukan oleh Agung Sucipto. Asri mengatakan penolakan JC tersebut karena terdakwa merupakan pelaku utama dalam kasus suap terhadap Nurdin Abdullah.

"Asalannya adalah menurut SEMA nomor 14 tahun 2011, JC itu dia bukan sebagai pelaku utama. Kami menganggap bahwa saudara Agung Sucipto adalah pelaku utama dalam hal ini sumber suap. Jadi saya tidak setuju jika Agung Sucipto dianggap sebagai JC," kata dia.

Sementara Penasehat Hukum Agung Sucipto, Deni Kailimang mengatakan tuntutan JPU KPK terhadap kliennya cukup rasional. Meski demikian, Deni mengaku pihaknya akan mengajukan pledoi atau pembelaan atas tuntutan JPU KPK.

"Saya rasa cukup rasional jaksa di dalam memberikan tuntutan. Tetap ada pembelaan, karena ada hal-hal yang harus kami luruskan di dalam persidangan ini dari kacamata penuntut umum bisa melihat dari satu sisi, sementara kami bisa juga melihat dari sisi lain," kata dia. []

Komentar Anda