Luwu Timur - Masyarakat adat di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan (Sulsel) cemas. Sebab, wilayah konsesi PT Vale Indonesia terus meluas. Lahan adat pun mulai diklaimnya.
“Kami tahu wilayah kami diserobot Vale ketika ada patok,” kata Ameria Sinta, masyarakat adat Padoe saat ditemui di rumahnya, Sabtu 27 Agustus 2022.
Perusahan tidak pernah mengajak masyarakat adat bertemu dan komunikasi. Padahal, ucap dia, PT Vale ini melakukan aktivitas tambang di wilayah adat Padoe. Misalnya di Kecamatan Wasuponda, Towuti, Nuha, dan Malili.
Bahkan, lahan masyarakat dirampas, tanpa ada ganti ruginya. Warga juga tidak mampu untuk melawan. Jadi, untuk bertahan hidup, mereka tetap berkebun. Meskipun suatu saat nanti bakal terusir.
“Sudah ada masyarakat yang diperingati (Vale),” tutur Meri sapaan dari Ameria. “Jadi, petani merasa tertekan.”
Tak tanggung-tanggung, pihak perusahaan memasang plang hijau bertuliskan PT Vale. Pertanda, lahan itu wilayah konsesi.Masyarakat adat tidak bisa berbuat apa-apa, meskipun wilayahnya diserobot. Apalagi, menurut Meri, pemerintah juga lebih mendukung perusahaan tambang.
“Ya, kita masyarakat patuh. Meski tanah adat diambil Vale cukup luas.”
Kendati demikian, lanjut Meri, sebagian masyarakat tak ingin buru-buru meninggalkan lahannya. Alasannya, belum ada aktivitas tambang. Sehingga, mereka masih bisa bercocok tanam, sebelum diusir oleh pihak perusahaan.
“Meskipun hak-hak masyarakat tak dipenuhi. Nomor satu bagi kita kedamaian,” ujar perempuan 42 tahun ini.
Lahan masyarakat adat tidak hanya dijadikan lokasi tambang. Tetapi, PT Vale juga membangun lapangan golf dan bumi perkemahan bagi karyawannya.
Menurut Meri, PT Vale adalah perusahaan tambang yang cerdik. Mereka bisa membuat bentrok antar satu warga dengan yang lain. Akibatnya, masyarakat tidak bisa bersatu.
Warga Desa Balambano, Lukman (48 tahun) mengaku tanahnya telah diserobot oleh PT Vale, tanpa sepengetahuannya. Luas lahan yang masuk konsesi satu hektar, tanpa ada ganti rugi.
Bahkan, perusahaan atau pemerintah tidak pernah mengajak warga berkomunikasi. Jadi, suara masyarakat diabaikan. “Dari kontrak karya itu, dia (Vale) klaim ini lahannya,” tutur Lukman. “Klaim sepihak saja,” tambahnya.
Masyarakat pun tahu tanahnya di patok perusahaan saat mengunjungi kebun. Selama ini, kata Lukman, antar pemerintah dan Vale saja yang berkoordinasi, tanpa melibatkan masyarakat.
Sementara, Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Melky Nahar mengatakan PT Vale memiliki jejak buruk dalam melakukan aktivitas tambang. Tahun 2016, masyarakat berunjuk rasa di pertigaan Jalan Trans Sulawesi, Sorowako, Kabupaten Luwu Timur. Mereka protes karena PT Vale menguasai lahan pertanian dan tanah adat.
Kemudian Maret 2022, masyarakat kembali melakukan protes. Karena, penambangan PT Vale berada di atas tanah adat masyarakat. Bukannya mendapatkan keadilan, mereka malah dikriminalisasi dan dijebloskan ke penjara.
“Seluruh tindak kejahatan lingkungan dan kemanusiaan yang dilakukan PT Vale tak pernah diproses hukum,” tutur Melky.
Direktur Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Sulsel, Muhammad Al Amin mengatakan PT Vale beroperasi dalam naungan kontrak karya yang telah diamandemen pada 17 Oktober 2014 dan berlaku hingga 28 Desember 2025, dengan luas konsesi di Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan 70.566 hektar.
Namun, lanjut Amin, sejak awal penentuan wilayah konsesi, masyarakat tidak pernah dilibatkan. Itu yang menjadi pemicu terjadinya konflik sosial sampai sekarang.
Padahal, sumber pendapatan masyarakat berkebun. Namun, lahannya dirampas sama PT Vale.
“Kebun masyarakat dan hutan sekarang masuk wilayah konsesi Vale,” ucap Amin.
Oleh karena itu, ia meminta kepada pemerintah agar mengevaluasi kegiatan PT Vale di Luwu Timur. Apalagi, jelang pembaruan kontrak karya PT Vale pada 2025.
“Kami berharap konflik lingkungan dan sosial tak muncul lagi,” kata Amin.
Terpisah, Gubernur Sulawesi Selatan, Andi Sudirman Sulaiman menolak perpanjangan kontrak karya dengan PT Indonesia">Vale Indonesia. Pasalnya, kontribusi PT Vale di Sulsel masih minim, termasuk soal lingkungan dan pendapatan daerah. Sehingga, terjadi perlambatan penanganan kemiskinan di Luwu Timur. Padahal, daerah itu memiliki kekayaan sumber daya alam yang besar.
“Hasil evaluasi, kontribusinya (Vale) hanya 1,98 persen. Itu sangat kecil,” ucap Andi Sudirman, Kamis 8 September 2022.
Saatnya pemerintah provinsi dan daerah tidak lagi menjadi penonton. Karena itu, ia menegaskan pihaknya harus berdaulat di wilayah sendiri dan memperjuangkan hak-hak masyarakat.
Selama ini, lanjut Andi, banyak keluhan masyarakat soal kesejahteraan dan kerusakan lingkungan di Luwu.
Padahal, Sulsel memiliki kekayaan sumber daya alam (SDA) yang harusnya bisa dinikmati oleh masyarakat. “Tidak ada opsi untuk perpanjang kontrak karya bagi mereka (Vale),” tutur Sudirman.
Komisi D Bidang Pembangunan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulawesi Selatan, John Rende Mangontan mengaku pihaknya tidak akan tebang-pilih dalam bertindak. Jika memang PT Vale menyerobot lahan warga.
Meski begitu, ucap dia, perlu melihat lebih dekat, apakah betul ada penyimpangan yang dilakukan Vale atau tidak?. “Kami harus melihat data di lapangan,” tutur Wakil Ketua I Fraksi Partai Golongan Karya ini.
Selain itu, PT Vale juga harus memberikan ruang masyarakat. Sehingga, masing-masing tidak ada yang dirugikan. Sebab, John pun tak ingin jika investor kapok berinvestasi di Sulsel.
“Harusnya kan bagaimana mengajak investor ke Sulsel, bukan membuat kapok,” kata John.
Saat ingin dikonfirmasi Head of Communication PT Vale Indonesia, Bayu Aji tak merespon hingga berita ini diterbitkan. Telepon tidak diangkat, pesan WhatsApp hanya dibaca, dan surat permintaan wawancara pun diabaikan. []
Liputan ini didukung oleh Rainforest Journalism Fund, Pulitzer Center