Makassar - Tahun 2024 adalah tahun politik, lantaran akan digelar pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legilastatif (Pileg). Menyongsong kontestasi pemilihan umum (pemilu) tersebut, bagaimana seharusnya ulama memerankan perannya?
Inilah dasar pemikiran sehingga Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Makassar menggelar diskusi publik yang berlangsung di Hotel Horison Ultima Makassar, Sabtu 3 Juni 2023.
Diskusi publik tersebut bertema Menjaga Marwah Dan Citra Ulama Ditahun Politik.
Diskusi tersebut merupakan salah satu program kerja Komisi Dakwah dan Pendidikan MUI Makassar.
Tujuannya, untuk mengingatkan kembali agar ulama tidak terkontaminasi dengan friksi-friksi atau polarisasi yang ada di tahun politik.
Peserta diskusi adalah tokoh-tokoh agama dan tokoh pesantren se-Makassar.
Hadir sebagai pemateri, ketua Pimpinan Wilayah (PW) Muhammadiyah Sulsel, Prof Ambo Asse dan dari Nahdatul Ulama, Dr H Abd Rauf Muhammad Amin.
Turut hadir ketua MUI Makassar Syekh AG.Dr. KH. Baharuddin, Wali Kota Makassar yang diwakili oleh Muh. Syarif Kabag Kesra Makassar serta dihadiri peserta dari tokoh agama, tokoh pesantren.
Kegiatan yang bertujuan sebagai informasi bahwa ulama netral dan tetap pada fungsinya sebagai penjaga keharmonisan ummat, utamanya di tahun politik.
Para tokoh agama harus menjaga citra dan marwahnya dengan tidak secara terang-terangan berpihak ke salah satu calon pemilu 2024.
Dalam sambutan Wali Kota Makassar yang dibacakan Muh. Syarif Kabag Kesra Makassar, menyampaikan bahwa pemerintah tetap patuh apapun putusan MUI.
"Pemerintah kota Makassar pastinya mengharapkan apa yang menjadi hasil rembuk bersama maupun fatwa MUI terkait tahun politik itu kita pasti junjung tinggi, apapun arahannya itu harus kita laksanakan," terangnya.
Lanjut, ia mengemukakan kegiatan diskusi publik dalam menyikapi tahun politik ini sangat baik, dan diharapkan bisa menjadi pencerahan kepada peserta yang hadir.
"Kegiatan ini kita sambut dengan baik semoga bisa menjadi pencerahan buat kita semua khususnya yang peserta bahwa bagaimana mereka bisa memahami poin yang disampaikan ulama kita," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua MUI kota Makassar Syekh AG.Dr.KH. Baharuddin mengatakan bahwa peran ulama harus netral di dunia politik, tidak boleh berpihak kesatu politisi.
"Situasi politik ini sudah mulai panas, kegiatan ini digelar untuk mengingatkan kembali kepada tokoh-tokoh agama untuk tetap netral jelang pemilu ini tiba," ujar KH. Baharuddin.
KH. Baharuddin menjelaskan kembali, bukan berarti ulama tidak boleh berpolitik, namun peran seorang ulama sangat penting dalam pemerintahan atau kepada politisi sekalipun untuk memberi nasehat dan masukan.
"Ulama tidak dilarang politik, justru harus masuk juga (politik) untuk menasehati para penguasa dipemerintahan dalam konteks kebaikan ummat, tapi tidak boleh terlibat secara politik praktis," tukasnya.
Ia menambahkan keterlibatan ulama di dunia politik harus memberi solusi, bukan pembuat masalah.
"Ulama itu harus menyelesaikan Masalah bukan menjadi sumber masalah," tambahnya.
Sementara itu PW Muhammadiyah Sulsel, Prof Ambo Asse sebagi pemateri diskusi publik menerangkan ulama punya kewajiban menyampaikan pencerahan kepada ummat dalam menghadapi perbedaan politik ditengah masyarakat.
"Sangat penting adalah bagaimana ulama ini memberi pencerahan kepada ummat, baik dalam menghadapi masalah politik maupun yang lain, sehingga ummat ini betul-betul bisa menentukan pilihannya," jelasnya.
Dirinya menuturkan Majelis Ulama harus menjaga keutuhan antar ummat beragama serta menjadi contoh dalam berbagai hal, terlebih dalam mengahadapi pemilu 2024.
"Kedua adalah Majelis ulama memelihara persatuan dan kesatuan ummat, memelihara harmonisasi hubungan antara ummat beragama," pungkasnya.
"Tidak salah juga mereka (Politisi) jika datang ke ulama untuk meminta nasehat, arahan, bagaimana menjadi politisi yang berintegritas, pemegang amanah, sebagai wakil rakyat yang baik," lanjut Prof Ambo Asse. []