Alur.id
    Berita    Detail Article

Didakwa Pasal Berlapis, NA Tidak Ajukan Eksepsi. Ini Alasannya

Gubernur Sulsel non aktif nurdin Abdullah. (Foto: Alur/Ist)

Makassar - Gubernur Sulawesi Selatan non aktif, Nurdin Abdullah, menjalani sidang perdana terkait kasus dugaan suap proyek infrastruktur di Pengadilan Tipikor Makassar, Kamis 22 Juli 2021.

Saat sidang, Nurdin Abdullah hadir secara virtual. Tim penasihat hukum Nurdin tidak melakukan eksepsi, tapi lebih memilih membuka fakta-fakta terkait perkara di persidangan, agar publik bisa melihat kondisi yang sebenarnya.

Karena menurut kuasa hukumnya sejumlah poin dalam dakwaan banyak yang tidak sesuai fakta.

“Maaf yang mulia, kami tidak akan mengajukan eksepsi,” kata Nurdin Abdullah kepada majelis hakim yang diketuai Ibrahim Palino secara virtual dari rumah tahanan KPK di Jakarta.

Nurdin Abdullah tidak menjelaskan lebih lanjut perihal dirinya yang tidak mengajukan eksepsi atau nota keberatan atas dakwaan Jaksa Penuntut Umum  dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Dilain pihak, penasehat hukum NA, Irwan menjelaskan pihaknya tidak mengajukan eksepsi untuk mempercepat jalannya persidangan.

“Kami tidak mengajukan eksepsi. Alasannya supaya langsung pembuktian untuk mempercepat persidangan, ” kata Irwan ditemui seusai sidang.

Dakwaan JPU KPK kata Irwan masih bersifat dugaan. Sehingga hal tersebut harus dibuktikan dalam sidang selanjutnya.

Menurt Jaksa, Nurdin Abdullah melanggar Pasal 5 angka 4 dan Pasal 5 angka 6 Undang-Undang RI Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme jo Pasal 76 ayat (1) huruf a dan e Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

Selain itu, JPU KPK juga mendakwa Nurdin Abdullah dengan ancaman pidana dalam Pasal 12 B Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Ssebagaimana di ubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat (1) KUHPidana. []