Makassar - Mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulawesi Selatan (Sulsel) Edy Rahmat dituntut 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta terkait kasus suap Gubernur nonaktif Nurdin Abdullah.
Jaksa menuntut edy karena diyakini menjadi perantara antara Nurdin abdullah dan kontraktor Agung sucipto.
"Menjatuhkan pidana terhadap Edy Rahmat berupa 4 tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan," kata jaksa KPK Zaenal Abidin di Pengadilan Tipikor Makassar, Senin 15 November 2021.
Edy dinilai melakukan pidana suap sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 KUHP sebagaimana dakwaan pertama.
Usai sidang, Jaksa Zaenal buka suara mengenai tuntutan terhadap Edy yang lebih rendah daripada tuntutan Nurdin. Dia menyebut Edy hanya terbukti pada pasal penerimaan suap.
"Jadi berbeda kualifikasi pembuktian antara Pak Edy Rahmat dan Pak NA, kalau Pak NA ada gratifikasinya, kalau Pak Edy Rahmat tidak ada," tutur Zaenal.
Menurut Zaenal, peran Edy hanya perantara suap yang bergerak atas perintah Nurdin Abdullah.
"Makanya dia lebih rendah dari Pak NA," kata Zaenal.
Edy juga tak dituntut mengembalikan uang pengganti ke negara lantaran uang Rp 2,5 miliar dari Agung Sucipto pada saat OTT KPK sudah disita.
"Uang Rp 2,5 miliar itu disita sehingga tidak ada uang pengganti," ungkap Zaenal.
Selanjutnya, Edy juga tak dicabut hak politiknya sebagaimana tuntutan kepada Nurdin Abdullah.
"Dia tidak dicabut hak politiknya, Edy Rahmat kan PNS, dia tidak menduduki jabatan politik beda dengan Pak NA," tutupnya. []