Alur.id
    Berita    Detail Article

Penrad Minta Pemerintah Fokus Pangkas Pemborosan, Bukan Program yang Sentuh Rakyat

Anggota DPD RI, Pdt. Penrad Siagian. (Foto:Alur/Fernandho)

Jakarta - Anggota DPD RI, Pdt. Penrad Siagian, menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemangkasan anggaran yang dinilai berdampak signifikan pada kinerja kementerian dan pemerintah daerah.

Kesejahteraan rakyat harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan anggaran. Jangan sampai efisiensi justru mengorbankan program yang seharusnya meningkatkan kesejahteraan mereka

Ia menegaskan bahwa kebijakan tersebut berpotensi menghambat capaian visi Asta Cita Presiden Prabowo, khususnya dalam pembangunan kesejahteraan masyarakat bawah.

"Kami mendukung efisiensi anggaran, tetapi jangan sampai itu hanya menjadi gimmick pencitraan yang akhirnya mengganggu kinerja pemerintah dan menghambat capaian pembangunan kesejahteraan terutama dilevel masyarakat bawah. ," ujar Penrad dalam keterangannya, Sabtu, 8 Februari 2025.

Ia meminta agar kebijakan pemangkasan anggaran ditinjau ulang dengan pertimbangan analisis yang lebih mendalam oleh Kementerian Keuangan.

Menurutnya, langkah yang lebih strategis adalah mencegah potensi kebocoran anggaran dan praktik korupsi yang nilainya mencapai ribuan triliun rupiah.

"Apa artinya pemangkasan dan efisiensi yang tidak seberapa jika dibandingkan dengan ribuan triliun yang bisa diselamatkan negara," tuturnya.

Penrad mengingatkan bahwa efisiensi anggaran memang penting, namun jangan sampai justru melemahkan program pemerintah yang menyentuh kebutuhan dasar masyarakat.

"Saya mendukung penuh semangat Presiden untuk efisiensi anggaran, tetapi semuanya harus ditujukan untuk kesejahteraan rakyat. Fokuskan pada pemangkasan pemborosan yang tidak bermanfaat, bukan program yang langsung menyentuh masyarakat," tegasnya.

Ia pun mendesak pemerintah untuk memprioritaskan anggaran yang mendukung kesejahteraan masyarakat.

"Kesejahteraan rakyat harus menjadi prioritas utama dalam kebijakan anggaran. Jangan sampai efisiensi justru mengorbankan program yang seharusnya meningkatkan kesejahteraan mereka," ujarnya.

Ia menambahkan bahwa efisiensi yang benar adalah dengan memangkas kegiatan seremonial yang tidak memberikan dampak langsung bagi rakyat.

Berdasarkan data yang dilansir, berikut daftar kementerian yang terdampak pemotongan anggaran:

1. Kementerian Keuangan (Kemenkeu)

2. Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen)

3. Kementerian Pekerjaan Umum (PU)

4. Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN)

5. Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora)

6. Kementerian dalam Negeri (Kemendagri)

7. Kementerian Agama (Kemenag)

8. Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi)

9. Kementerian Sosial (Kemensos)

10. Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK)

Sebelumnya, mengingatkan bahwa pemangkasan anggaran K/L yang totalnya mencapai lebih dari Rp 300 triliun sebenarnya tidak seberapa jika dibandingkan dengan potensi pencegahan kebocoran dan korupsi keuangan negara yang lebih prioritas.

"Kalau kita membaca laporan Indef misalnya, angka kebocoran keuangan negara tahun 2024 saja mencapai 40 persen, sekitar 1.100 triliun. Belum lagi misalnya laporan akhir tahun dari Kapolri (2024) yang menangani ratusan kasus korupsi dengan kerugian negara mencapai lebih 400 triliun rupiah," paparnya pada Senin, 3 Februari 2025.

Penrad pun mengingatkan catatan Kejagung yang menyebut kerugian negara dari kasus korupsi pada tahun 2024 telah menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 310 lebih triliun.

Sebagai anggota DPD RI yang fokus pada kepentingan dan kesejahteraan daerah, Penrad menyoroti implikasi kebijakan ini terhadap daerah sebagaimana amanat undang-undang.

"Saya harus menyampaikan bahwa, pertama, implikasi logis dari kebijakan ini tentu akan mengurangi peredaran uang di daerah. Termasuk potensi beberapa proyek infrastruktur sudah pasti akan terpengaruh di daerah, terutama daerah-daerah otonomi baru," katanya.

"Secara nasional, belanja pemerintah dan K/L sedikitnya sekitar 9 persen menurut Celios (Center and Economics Law Studies) mempengaruhi PDB daerah otonomi baru," sambung Penrad Siagian.[]