MAKASSAR --- Pemenuhan Hak Kesehatan Seksual Reproduksi (HKSR) untuk remaja dengan disabilitas dan kusta masih perlu dipenuhi. Utamanya dalam lembaga pendidikan, hingga layanan kesehatan.
Upaya tersebut pun terus dilakukan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Sulawesi Selatan dalam rangka mendorong penguatan pemenuhan HKSR bagi anak remaja dengan disabilitas dan kusta.
Ketua HWDI Sulsel Maria Un menilai, saat ini isu disabilitas belum menjadi menjadi isu lintas sektor, sebab masih dipahami semata menjadi tanggungjawab Dinas Sosial. Demikian pula dengan isu kusta yang tidak hanya berbicara tentang kesehatan.
Ia menerangkan, di sektor pendidikan, penyelenggaraan pendidikan yang inklusif mengalami kemunduran. Jumlah sekolah yang memberikan pendidikan inklusi juga masih terbatas. Jumlah sekolah yang terbatas dan tidak tersedianya sumber daya guru yang memiliki ketrampilan dalam membimbing proses belajar mengajar bagi peserta didik disabilitas sering menjadi alasan masih terjadi penolakan bagi penyandang disabilitas anak untuk bersekolah di sekolah regular.
Demikian juga pelayanan kesehatan bagi penyandang disabilitas melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang belum optimal dalam memberikan layanan kesehatan yang inklusif termasuk belum tersedianya aksesibilitas dan akomodasi yang layak. Kemudian, lingkungan yang tidak mendukung baik cara pandang keluarga, masyarakat, dan pengambil kebijakan, serta minimnya aksesisibilitas dan akomodasi yang layak yang tersedia makin menyulitkan penyandang disabilitas untuk dapat berpartisipasi secara optimal.
"Cara pandang masyarakat dan sebagian besar pengambil kebijakan belum bergeser dari paradigma charity based. Sehingga pelibatan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan terkait dengan kebijakan, program, dan kegiatan bagi penyandang disabilitas masih sangat kurang," katanya, dalam Peringatan Hari Disabilitas Indonesia (HDI) bertajuk "Memperkuat Kepemimpinan Penyandang Disabilitas untuk Masa Depan yang Inklusif dan Berkelanjutan", di Kantor RRI Makassar, Minggu, (22/12/2024).
Dalam kegiatan ini turut dirangkaikan dengan perayaan Hari Ibu dengan tema "Perempuan Menyapa, Perempuan Berdata Menuju Indonesia Emas 2025. Dimana, dalam kegiatan tersebut diisi dengan penandatanganan komitmen pemenuhan HKSR bagi anak remaja disabilitas dan kusta yang dilakukan lintas sektor, serta peserta kegiatan, hingga penampilan dari anak-anak dengan disabilitas dan kusta serta orangtuanya.
"Dengan kegiatan yang kami gelar ini diharapkan meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya inklusi dan kesetaraan, tersosialisasinya hak-hak dan martabat disabilitas dan kusta, serta meningkatnya partisipasi masyarakat dalam mendukung kelompok disabilitas dan kusta," harapnya.
Dalam kegiatan tersebut juga digelar workshop dengan melibatkan lintas sektor sebagai pembicara. Mulai dari Kepala Bidang Pendidikan Khusus, Dinas Pendidikan Provinsi Sulawesi Selatan Sary Dyana Muallim, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan, DP2A Kota Makassar Hapida Djalante, Guru SLB Negeri 1 Makassar, M. Siddieq, serta Kepala Bidang Kesehatan, Dinas Kesehatan Kota Makassar Sunarti.
"Peran HWDI hingga hari ini sangat luar biasa, terutama dalam menyamakan persepsi tentang pendidikan HKSR bagi orangtua dengan anak disabilitas dan kusta," ujar Sary Dyana Muallim.
Kedepannya, sebagai bentuk komitmen dalam mengedepankan hak HKSR kepada anak remaja disabilitas dan kusta tersebut pihaknya akan membuat surat edaran bagi sekolah-sekolah untuk menjadikan materi HKSR masuk dalam kurikulum pendidikan. Termasuk dalam jengang pendidikan SLB.
"Termasuk mengajak peran orangtua untuk mengambil perhatian penuh, karena biar bagaimana anak-anak kita itu berada di lingkungan rumah lebih banyak daripada di sekolah," terang Sary Dyana.
Menurutnya, saat ini yang menjadi tantangan, utamanya di lembaga pendidikan yaitu belum difokuskannya pembelajaran HKSR tersebut. Baik di lembaga pendidikan umum, maupun khsusu seperti sekolah luar biasa bagi kelompok disablitas dan kusta.
"Hanya saja tantangannya memang untuk belajar isu HKSR memang harus difokuskan, karena kami tahu bahwa anak-anak berpendidikan khusus itu memang mereka harus khusus diberikan pembelajaran," terangnya.
Selain itu, kedepannya pihaknya akan melakukan kolaborasi dengan dinas kesehatan untuk turun langsung ke sekolah-sekolah memberikan pengetahuan tentang isu HKSR. Termasuk meminta kepada sekolah-sekolah untuk memberikan waktu, dan konsep pembelajaran yang ramah bagi disabilitas dan kusta.
"Memang yang menjadi catatan penting bahwa pembelajaran HKSR ini harus masuk dalam kurikulum di sekolah-sekolah SLB, bukan hanya di sekolah umum saja," tegasnya.
Sementara, Kepala Bidang Perlindungan Perempuan, DP2A Kota Makassar Hapida Djalante mengatakan, pendidikan kesehatan reproduksi (Kespro) yang ada dalam HKSR merupakan bagian penting dari tumbuh kembang anak, termasuk anak dengan disabilitas dan kusta.
"Kespro ini membantu anak mengenali tubuhnya, memahami perubahan fisik dan emosional, serta melindungi diri mereka dari risiko," terangnya.
Dalam pemberian HKSR ini pun orangtua memiliki peran kunci utama, hal ini bertujuan agar anak mendapatkan pendidikan kespro yang sesuai. Sebab, anak dengan disabilitas dan kusta memiliki keterbatasan akses informasi, belum lagi adanya stigma sosial yang masih terjadi.
"Maka dari itu dukung orangtua menjadi sangat pending untuk membimbing, melindungi, dan memberdayakan anak sesuai kebutuhannya," ujarnya.
Ia menjelaskan, ada beberapa peran orangtua dalam memberikan pendidikan kespro kepada anak dengan anak disabilitas dan kusta. Antara lain, sesuaikan dengan jenis disabilitas yang dialami anak, gunakan pendekatan visual dan praktis, melakukan pemberian infromasi tentang kespro secara bertahap, dan memberikan dukungan emosional.
"Peran orangtua dalam pendidikan kespro anak dengan disabilitas dan kusta sangatlah penting. Dengan memberikan informasi yang tepat, orangtua tidak hanya membantu anak memahami tubuh mereka, tetapi juga melindungi mereka dari berbagai risiko," ujarnya.
Di tempat yang sama, Kepala Bidang Kesehatan, Dinas Kesehatan Kota Makassar Sunarti mengatakan, kesehatan produksi bagi anak dan remaja dengan disabilitas dan kusta perlu mendapatkan perhatian khusus.
"Kesehatan reproduksi bagi anak dengan disabilitas dan kusta ini memang sangat memerlukan perhatian terutama dari orangtuanya, salah satunya ibu. Makanya kegiatan yang dilaksanakan HWDI Sulsel hari ini sangat luar biasa," katanya.
Selain itu, pendidikan, akses dan dukungan juga menjadi hal yang sangat penting untuk dipenuhi. Sebab, hal ini sebagai langka dalam memastikan kesehatan reproduksi bagi semua, termasuk anak dengan disabilitas dan kusta.
"Edukasi HKSR ini akan kami dorong atau perkenalkan dalam unit kesehatan sekolah (UKS) yang ada. Terutama di sekolah-sekolah luar biasa, sebab selama ini UKS di sekolah-sekolah baru membahas isu kesehatan secara umum. Makanya reproduksi ini akan kita pikirkan," tutup Sunarti.
Guru SLB Negeri 1 Makassar, M. Siddieq menilai, edukasi HKSR selain diharapkan dapat masuk dalam kurikulum pembelajaran, juga mulai diberikan sejak masa penerimaan siswa baru atau di Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS).
"Di situlah hadir beberapa orangtua, makanya kami akan bekerjasama dengan dinas kesehatan untuk menghindirkan petugas kesehatan dalam rangka memberikan edukasi tentang layanan kesehatan, sebab kami sebagai guru tentunya masih memiliki batasan tentang itu," tegasnya.
Hal lainnya yang masih diharapkan perlu didorong yakni dijadikan pembelajaran HKSR sebagai satu mata pelajaran tunggal, bukanlah menjadi sub materi.
"Dalam sistem pendidikan itu dia masuk dalam capaian pembelajaran, itupun di tingkatkan SMPLB dan SMALB, sementara itu harus mulai diajarkan sejak dini. Makanya kita harapkan HKSR ini bisa masuk dalam muatan lokal atau berbasis kebutuhan, tinggal bagaimana mengajukan menjadikannya sebagai capaian pembelajaran," tutupnya.
December 22, 2024, 6:05